Jadilah Dirimu Sendiri, dan Jangan Meniru Seseorang Karena Akan Membuat Anda Menghilang,....,.,.

Kamis, 13 Oktober 2011

Landasan Pelaksanaan Pembelajaran Terpadu


Pembelajaran Terpadu dikembangkan dengan landasan pemikiran sebagai berikut:

1. Progresivisme
            Aliran progresivisme menyatakan bahwa pembelajaran seharusnya berlangsung secara alami, tidak artifisial. Para tokoh aliran progresivisme ini mengkritik pembelajaran yang berlangsung selama ini bersifat terlalu artifisial. Pembelajaran di sekolah tidak seperti keadaan dalam dunia nyata sehingga tidak memberikan makna kepada kebanyakan siswa.
2. Konstruktivisme
            Pada dasarnya aliran konstruktivisme menyatakan bahwa pengetahuan dibentuk sendiri oleh individu dan pengalaman merupakan kunci utama dari belajar bermakna. Belajar yang bermakna tidak akan terwujud hanya dengan mendengarkan ceramah atau membaca buku tentang pengalaman orang lain yang sudah diabstrasikan. Mengalami sendiri merupakan kunci untuk kebermaknaan.
3. Developmentally Appropriate Practice (DAP)
            Prinsip dalam DAP ini menyatakan bahwa pembelajaran harus disesuaikan dengan perkembangan usia dan individu yang meliputi perkembangan kognisi, emosi, minat, dan bakat siswa.
4. Landasan Normatif
            Pembelajaran terpadu hendaknya dilaksanakan berdasarkan gambaran ideal yang ingin dicapai oleh tujuan-tujuan pembelajaran.
5. Landasan Praktis
            Pembelajaran terpadu dilaksanakan dengan memperhatikan situasi dan kondisi praktis yang berpengaruh terhadap kemungkinan pelaksanaannya mencapai hasil yang optimal.

Ada 5 teori dalam pelaksanaan pembelajaran terpadu, yaitu sebagai berikut.
1. Teori Perkembangan Jean Piaget
            Menurut Jean Piaget (dalam Nur, 1998:11), seorang anak maju melalui empat tahap perkemangan kognitif antara lahir dan dewasa, yaitu: tahap sensorimotor, pra operasional, operasi kongkrit dan operasi formal. Kecepatan perkembangan tiap individu melalui urutan tiap tahap ini berbeda dan tidak ada individu yang melompati salah satu dari tahap tersebut. Tiap tahap ditandai dengan munculnya kemampuan-kemampuan intelektual baru yang memungkinkan orang memahami dunia dengan cara yang semakin kompleks.
            Perkembangan sebagian bergantung pada sejauh mana anak aktif dengan lingkungan. Hal ini mengindikasikan bahwa lingkungan di mana anak belajar sangat menentukan proses perkembangan kognitif anak. Pola perilaku atau berpikir yang digunakan anak-anak dan orang dewasa dalam menangani objek-objek di dunia disebut skemata. Pengamatan mereka terhadap suatu benda mengatakan kepada mereka sesuatu hal tentang objek tersebut.
            Adaptasi lingkungan dilakukan melalui proses asimilasi dan akomodasi. Menurut Slavin (1994: 32), bahwa asimilasi merupakan penginterpretasian pengalaman-pengalaman baru dalam hubungannya dengan skema-skema yang telah ada. Sedangkan akomodasi adalah pemodifikasian skema-skema yang ada untuk mencocokkannya dengan situasi-situasi baru. Proses pemulihan kesetimbangan antara pemahaman saat ini dan pengalaman-pengalaman baru disebut ekuilibrasi. Menurut Piaget, pembelajaran bergantung pada proses ini. Saat kesetimbangan terjadi, anak memiliki kesempatan bertumbuh dan berkembang.
            Tahap sensori motor merupakan tahap awal perkembangan mental anak. Perkembangan mental itu akan terus bertambah hingga mencapai puncaknya pada tahap operasional formal. Pada tahap operasional formal ini seorang anak sudah dapat berpikir secara abstrak dan logis. Selanjutnya menurut Piaget bahwa anak membangun sendiri skemata-skemata dari pengalaman sendiri dengan lingkungannya. Di sini peran guru adalah sebagai fasilitator dan bukan sebagai pemberi informasi.
            Pada tahap operasional kongkrit siswa mulai untuk dapat memandang dunia secara objektif dan berorientasi secara konseptual. Berpikir secara operasional kongkrit dapat dipandang sebagai tipe awal berpikir ilmiah. Dengan memberikan kesempatan melalui persentuhan dengan benda-benda kongkrit dalam pengajaran sains, siswa pada tahap operasional kongkrit memulai untuk mengorganisasi penyelidikan dalam bentuk kelas-kelas dan variabel, mengkur variabel secara bermakna, dapat memahami dan mencatat data pada tabel, membentuk dan memahami hubungan sederhana, menggunakan apa yang mereka ketahui untuk membuat inferensi langsung dan prediksi serta menggeneralisasi suatu gejala dari pengalaman yang sering mereka jumpai.
            Piaget yakin bahwa pengalaman-pengalaman fisik dan manipulasi lingkungan penting bagi terjadinya perubahan perkembangan. Selain itu, ia juga berkeyakinan bahwa interaksi sosial dengan teman sebaya, khususnya barargumentasi, berdiskusi, membantu memperjelas pemikiran yang pada akhirnya membuat pemikiran itu menjadi lebih logis.
            Peranan guru sangat penting untuk menciptakan situasi belajar sesuai dengan teori Piaget dalam pembelajaran, menurut Slavin (dalam Nur, 1998: 27), sebagai berikut:
1. Memfokuskan pada proses berpikir anak, tidak sekedar pada produknya. Di samping itu dalam pengecekan kebenaran jawaban siswa, guru harus memahami proses yang digunakan anak sampai pada jawaban tersebut.
2. Pengenalan dan pengakuan atas peranan anak-anak yang penting sekali dalam inisiatif diri dan keterlibatan aktif dalam kegiatan pembelajaran.
3. Penerimaan perbedaan individu dalam kemajuan perkembangan. Bahwa seluruh anak berkembang melalui urutan perkembangan yang sama namun mereka memperolehnya pada kecepatan yang berbeda.
            Dari implikasi teori Piaget di atas, jelaslah guru harus mampu menciptakan keadaan pembelajar yang mampu untuk belajar sendiri. Artinya guru tidak sepenuhnya mengajarakan suatu bahan ajar kepada pembelajar, tetapi guru dapat membangun pembelajar yang mampu belajar dan terlibat aktif dalam belajar.
2. Teori Pembelajaran Kontruktivisme
            Teori pembelajaran kontruktivisme merupakan teori pembelajaran kognitif yang baru dalam psikologi pendidikan yang menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks,mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan iti tidak sesuai lagi. Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah ,menemukan sesuatu untuk dirinya,berusaha dengan susah payah dengan ide- ide
(Slavin, 1994).
            Menurut teori ini satu prinsip paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak dapat hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahua di benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini,dengan memberikan siswa kesempatan untuk menemukan dan menerapkan ide-ide merekan sendiri, dan membelajarkan siswa dengan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi siswa anak tangga yang membawa siswa kepemahaman yang lebih tinggi dengan catatan siswa sendiri yang harus mmemanjatnya.
            Esensi dari teori konstruktivis adalah ide bahwa harus siswa sendiri yang menemukan dan mentransformasikan sendiri suatu informasi kompleks apabila mereka menginginkan informasi itu menjadi miliknya. Konstruktivisme adalah suatu pendapat yang menyatakan bahwa perkembangan kognitif merupakan suatu proses dimana anak secara aktif membangun sistem, arti dan pemahaman terhadap realita melalui pengalaman dan interaksi mereka. Menurut pandangan konstruktivisme anak secara aktif membangun pengetahuan dengan cara terus-menerus mengasimilasi dan mengakomodasi informasi baru, dengan kata lain konstruktivisme adalah teori perkembangan kognitif yang menekankan peran aktif siswa dalam membangun pemahaman mereka tentang realita.
            Pendekatan konstruksivis dalam pengajaran menerapakan pembelajaran kooperatif secara intensif, atas dasar teori bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka dapat saling mendiskusikan masalah-masalah itu dengan temannya. Pada dasarnya aliran konstruktivisme menghendaki bahwa pengetahuan dibentuk sendiri oleh individu dan pengalaman merupakan kunci utama dari belajar bermakna. Belajar bermakan tidak akan terwujud hanya dengan mendengarkan ceramah atau membaca buku tentang pengalaman orang lain.
            Belajar menurut pandangan konstruktivisme merupakan hasil kontruksi kognitif melalui kegiatan seseorang. Pandangan ini memberi penekanan bahwa pengetahuan kita adalah bentukan kita sendiri. Para ahli konstruktivis beranggapan bahwa satu-satunya alat yang tersedia bagi seseorang untuk mengetahui sesuatu adalah inderanya. Prinsip-prinsip yang sering diambil dari konstruksivitisme menurut Suparno (1997: 73), antara lain:
            1. pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif,
            2. tekanan dalam proses belajar terletak pada siswa,
            3. mengajar adalah membantu siswa belajar,
            4. tekanan dalam proses belajar lebih pada proses bukan pada hasil akhir,
            5. kurikulum menekankan partisipasi siswa, dan
            6. guru sebagai fasilitator.
            Secara umum, prinsip-prinsip tersebut berperan sebagai referensi dan alat refleksi kritis terhadap praktek, pembaruan dan perencanaan pendidikan.
3. Teori Vygorsky
            Teori Vygotsky merupakan salah satu teori penting dalam psikologi perkembangan. Teori Vygotsky menekankan pada hakekat sosiokultural dari pembelajaran. Menurut Vygotsky bahwa pembelajaran terjadi apabila anak bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas itu masih berada dalam jangkauan kemampuannya atau tugas-tugas tersebut berada dalam zone of proximal development. Zone of proximal development adalah perkembangan sedikit di atas perkembangan seseorang saat ini. Vygotsky yakin bahwa fungsi mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul dalam percakapan atau kerjasama antar individu, sebelum fungsi mental yang lebih tinggi itu terserap ke dalam individu tersebut.
            Ide penting lain yang diturunkan dari teori Vygotsky adalah scalffolding. Scalffolding berarti memberikan sejumlah besar bantuan kepada seorang anak selama tahap-tahap awal pembelajaran kemudian anak tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia dapat melakukannya. Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan, menguraikan masalah ke dalam langkah-langkah pemecahan, memberikan contoh, ataupun yang lain sehingga memungkinkan siswa tumbuh mandiri.
            Ada dua implikasi utama teori Vygotsky dalam pembelajaran sains. Pertama, dikehendakinya susunan kelas berbentuk pembelajaran kooperatif antar siswa, sehingga siswa dapat berinteraksi di sekitar tugas-tugas yang sulit dan saling memunculkan strategi pemecahan masalah yang efektif di dalam masing-masing zone of proximal development mereka. Kedua, pendekatan Vygotsky dalam pengajaran menekankan scalffolding sehingga siswa semakin lama semakin bertanggung jawab terhadap pembelajarannya sendiri.
4. Teori Bandura
            Permodelan merupakan konsep dasar dari teori belajar sosial yang dikembangkan oleh Albert Bandura. Menurut Bandura sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan secara selektif dan mengingat tingkah laku orang lain. Seseorang belajar menurut teori ini dilakukan dengan mengamati tingkah laku orang lain (model), hasil pengmatan ini kemudian dimantapkan dengan cara menghubungkan pengalaman baru dengan pengalaman sebelumnya atau mengulang-ulang kembali. Dengan jalan ini memberi kesempatan kepada orang tersebut untuk mengekspresikan tingkah laku yang dipelajarinya.
            Berdasarkan pola perilaku tersebut, sejujurnya Bandura mengklasifikasi emapat fase belajar permodelan, yaitu fase perhatian, fase retensi, fase reproduksi, dan fase motivasi.
1. Fase Atensi
Fase pertama dalam belajar permodelan adalah memberikan perhatian pada suatu model. Pada umumnya seseorang memberikan perhatian pada model-model yang menarik, popular atau yang dikagumi. Dalam pembelajaran guru yang bertindak sebagai model bagi siswanya harus dapat menjamin agar siswa memberikan perhatian kepada bagian-bagian penting dari pelajaran. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menyajikan materi pelajaran secara jelas dan menarik, memberi penekanan pada bagian-bagian penting atau dengan mendemonstrasikan suatu kegiatan. Di samping itu suatu model harus memiliki daya tarik.
2. Fase Retensi
Menurut Gredler (dalam Sudibyo, E. 2001:5), fase ini bertanggung jawab atas pengkodean tingkah laku model dan menyimpan kode-kode itu di dalam ingatan (memori jangka panjang). Pengkodean adalah proses pengubahan pengalaman yang diamati menjadi kode memori. Arti penting dari fase ini adalah bahwa si penggemar tidak akan dapaat memperoleh manfaat dari tingkah laku yang diamati ketika model tidak hadir, kecuali apabila tingkah laku itu dikode dan disimpan dalam ingatan untuk digunakan pada waktu kemudian.
Untuk memastikan terjadinya retensi jangka panjang guru dapat menyediakan waktu pelatihan, yang memungkinkan siswa mengulang keterampilan baru secara bergiliran baik secara fisik maupun secara mental.
3. Fase Reproduksi
Dalam fase ini kode-kode dalam memori membimbing penampilan yang sebenarnya dari tingkah laku yang baru diamati. Derajat ketelitian yang tertinggi dalam belajar mengamati adalah apabila tindakan terbuka mengikuti pengulangan secara mental. Fase reproduksi dipengaruhi oleh tingkat perkembangan individu.
Fase reproduksi mengizinkan model untuk melihat apakah komponen-komponen urutan tingkah laku sudah dikuasai oleh si pengamat (pembelajar). Pada fase ini juga si model hendaknya memberikan umpan balik terhadap aspek-aspek yang sudah benar ataupun pada hal-hal yang masih salah dalam penampilan.
4. Fase Motivasi
Pada fase ini si pengamat akan termotivasi untuk meniru model, sebab mereka merasa bahwa dengan berbuat seperti model, mereka akan memperoleh penguatatn. Memeberikan penguatan untuk suatu tingkah laku tertentu akan memotivasi pengamat (pembelajar) untuk berunjuk pembuatan. Aplikasi fase motivasi di dalam kelas dalam pembelajaran permodelan sering berupa pujian atau pemberian nilai.
5. Teori Bruner
            Jerome Bruner, seorang ahli psikologi Havard adalah salah seorang pelopor pengembangan kurikulum terutama dengan teori yang dikenal dengan pembelajaran penemuan (inkuiri). Teori Bruner yang selanjutnya disebut pembelajaran penemuan (inkuiri) adalah suatu model pengajaran yang menekankan pentingnya pemahaman tentang struktur materi (ide kunci) dari suatu ilmu yang dipelajari, perlunya belajar aktif sebagai dasar dari pemahaman sebenarnya dan nilai dari berpikir secara induktif dalam belajar (pembelajaran yang sebenarnya terjadi melalui penemuan pribadi). Menurut Bruner, belajar akan lebih bermakna bagi siswa jika mereka memusatkan perhatiannya untuk memahami struktur materi yang dipelajari. Untuk memperoleh struktur informasi, siswa harus aktif di mana mereka harus mengidentifikasikan sendiri prinsip-prinsip kunci dari pada hanya sekedar menerima penjelasan dari guru. Oleh karena itu guru harus memunculkan maslah yang mendorong siswa untuk melakukan kegiatan penemuan. Dalam pembelajaran melalui penemuan, guru memberikan contoh dan siswa bekerja berdasarkan contoh tersebut sampai menemukan hubungan antar bagian dari suatu struktur materi.
            Aplikasi ide-ide Bruner dalam pembelajaran menurut Woolfolk (1997: 320) digambarkan sebagai berikut: (1) memberikan contoh dan bukan contoh dari konsep yang dipelajari, (2) membantu siswa mencari hubungan antara konsep, (3) mengajukan pertanyaan dan membiarkan siswa mencoba menemukan sendiri jawabannya, dan (4) mendorong siswa untuk membuat dugaan yang bersifat intuitif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar