Jadilah Dirimu Sendiri, dan Jangan Meniru Seseorang Karena Akan Membuat Anda Menghilang,....,.,.

Sabtu, 12 November 2011

tugas TIK Excel 4 & 5

http://www.4shared.com/file/AebqIgUA/Tgs_4_dan_5.html

tugas TIK Excel 2 & 3

http://www.4shared.com/file/wHnJ41cq/latihan_2_dan_3.html

tugas TIK Excel 1

http://www.4shared.com/file/Vc0fXJBU/latihan_1.html

tugas TIK Word 2

http://www.4shared.com/document/SWj1Bv3i/tugas_putra.html

tugas TIK Word 3

http://www.4shared.com/file/r3xJo5If/Latihan_3.html

tugas TIK Word 1

http://www.4shared.com/file/ILaPZx0U/contoh_surat.html

tugas TIK Power point

http://www.4shared.com/file/aMk--MPH/presentasi_TIK.html

Kamis, 10 November 2011

tugas TIK 2


BERPIKIR SEBAGAI SUATU KECAKAPAN *)
Oleh:
I Gede Astawan, S.Pd. **)

Sebagian besar orang beranggapan bahwa berpikir merupakan sesuatu yang tidak bisa dipelajari. Singkatnya, “berpikir ya berpikir” cukup “mentok” begitu saja, tidak perlu diperbincangkan lagi. Tetapi, lain halnya menurut de Bono (1982), berpikir merupakan suatu kecakapan yang bisa dipelajari melalui latihan-latihan metode berpikir. Lebih lanjut, dikatakan bahwa kecakapan berpikir dapat disamakan dengan kecakapan-kecakapan lainnya, seperti kecakapan membawa mobil, bermain sulap, memasak, dan  sebagainya.
Text Box:  
Gambar 1. Belajar Berpikir-Dua orang yang sedang latihan           
     
Untuk memiliki kecakapan ten-tu harus dipe-lajari dan dilatih. Begitu pula de-ngan kecakap-an berpikir. Me-nurut de Bono (1982), berbagai model berpikir yang dapat di-latih sebagai su-atu kecakapan berpikir, seperti model berpikir tipe PMI, AKP, Lateral, MSF, K  &  A, ID-IL, MKP, KKI, POL, NT dan NR, MTS, TMM, TIP-PO, dan TMMTIP-PO.
Pada kesem-patan ini, penulis
mengkaji dan selanjutnya un-tuk di-praktikkan tentang model berpikir tipe PMI. Metode PMI me-rupakan salah satu sarana ber-pikir yang jitu, yang sangat se-derhana.
Sesungguhnya tanpa disada-ri, setiap orang pernah mem-praktikkan mo-del berpikir tipe PMI. PMI meru-pakan suatu si-ngkatan.

v P (Plus), yaitu berkaitan dengan poin-poin yang baik.
v M (Minus), yaitu berkaitan dengan poin-poin yang buruk
v I (Interesting), yaitu berkaitan dengan poin-poin menarik

tugas TIK 1


KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
Alamat: Jln. Jatayu, Singaraja, Bali. Telp. (0362) 22389

                                                               Singaraja, 15 September 2011


Nomor             : 03/Pan-Semlok/IX/2011
Lampiran         : I (Gabung)
Hal                  : Undangan Membuka Acara

Kepada Yth. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan
di Singaraja

Dengan hormat,

Dalam rangka melaksanakan program penyempurnaan kurikulum Jurusan PGSD akan diselenggarakan seminar dan loka karya. Sehubungan dengan hal ini, kami panitia memohon kehadiran Bapak untuk membuka acara tersebut, yang diselenggarakan pada:

            Hari/Tanggal   : Selasa, 10 Agustus 2010
            Pukul               : 09.00 Wita
            Tempat            : Ruang Serba Guna PGSD (Jl. Jatayu Singaraja)

Demikian undangan ini, atas perhatian dan kerjasamanya, disampaikan terima kasih.
           


Mengetahui,                                       
Ketua Jurusan PGSD                                            Ketua Panitia




Drs. Ign. I Wayan Suwatra, M.Pd                  Drs. I Ketut Dibia, M.Pd
NIP 1956 0423 198303 1 002                      NIP 1956 1231 198203 1 032
 







Jumat, 04 November 2011

PANTUN

Meski hanya buah jambu
Tapi ini bisa diramu
Walau kita jarang ketemu
Tapi hatiku hanya untukmu


Janda cantik pergi ke pasar
Dengan memakai rok panjang
Cepat-cepatlah bila melamar
Jika tidak mau didahului orang


Anak elang turunnya lima
Ditembak tiga tinggalah dua
Mata hati sudah berkata
Tanda cinta melekat di dada


Di kuburan ada roh-roh
Setan-setan ingin bertamu
Jika kita akan berjodoh
Kelak kita pasti bertemu

                                            by Putu Putra Ariantha

PUISI

Sungai

Berada di tengah hutan
Bersih dan jernih
Mengalir dengan tenangnya
Dipenuhi ikan dan batu kecil
Sungguh sejuk dipandang


Kamboja

Tumbuh di halaman rumah
Hijau dan rindang
Merah merekah bungamu
Harum sepanjang hari
Tenangkan jiwa dan raga


                                                  by Putu Putra Ariantha

Kamis, 13 Oktober 2011

Landasan Pelaksanaan Pembelajaran Terpadu


Pembelajaran Terpadu dikembangkan dengan landasan pemikiran sebagai berikut:

1. Progresivisme
            Aliran progresivisme menyatakan bahwa pembelajaran seharusnya berlangsung secara alami, tidak artifisial. Para tokoh aliran progresivisme ini mengkritik pembelajaran yang berlangsung selama ini bersifat terlalu artifisial. Pembelajaran di sekolah tidak seperti keadaan dalam dunia nyata sehingga tidak memberikan makna kepada kebanyakan siswa.
2. Konstruktivisme
            Pada dasarnya aliran konstruktivisme menyatakan bahwa pengetahuan dibentuk sendiri oleh individu dan pengalaman merupakan kunci utama dari belajar bermakna. Belajar yang bermakna tidak akan terwujud hanya dengan mendengarkan ceramah atau membaca buku tentang pengalaman orang lain yang sudah diabstrasikan. Mengalami sendiri merupakan kunci untuk kebermaknaan.
3. Developmentally Appropriate Practice (DAP)
            Prinsip dalam DAP ini menyatakan bahwa pembelajaran harus disesuaikan dengan perkembangan usia dan individu yang meliputi perkembangan kognisi, emosi, minat, dan bakat siswa.
4. Landasan Normatif
            Pembelajaran terpadu hendaknya dilaksanakan berdasarkan gambaran ideal yang ingin dicapai oleh tujuan-tujuan pembelajaran.
5. Landasan Praktis
            Pembelajaran terpadu dilaksanakan dengan memperhatikan situasi dan kondisi praktis yang berpengaruh terhadap kemungkinan pelaksanaannya mencapai hasil yang optimal.

Ada 5 teori dalam pelaksanaan pembelajaran terpadu, yaitu sebagai berikut.
1. Teori Perkembangan Jean Piaget
            Menurut Jean Piaget (dalam Nur, 1998:11), seorang anak maju melalui empat tahap perkemangan kognitif antara lahir dan dewasa, yaitu: tahap sensorimotor, pra operasional, operasi kongkrit dan operasi formal. Kecepatan perkembangan tiap individu melalui urutan tiap tahap ini berbeda dan tidak ada individu yang melompati salah satu dari tahap tersebut. Tiap tahap ditandai dengan munculnya kemampuan-kemampuan intelektual baru yang memungkinkan orang memahami dunia dengan cara yang semakin kompleks.
            Perkembangan sebagian bergantung pada sejauh mana anak aktif dengan lingkungan. Hal ini mengindikasikan bahwa lingkungan di mana anak belajar sangat menentukan proses perkembangan kognitif anak. Pola perilaku atau berpikir yang digunakan anak-anak dan orang dewasa dalam menangani objek-objek di dunia disebut skemata. Pengamatan mereka terhadap suatu benda mengatakan kepada mereka sesuatu hal tentang objek tersebut.
            Adaptasi lingkungan dilakukan melalui proses asimilasi dan akomodasi. Menurut Slavin (1994: 32), bahwa asimilasi merupakan penginterpretasian pengalaman-pengalaman baru dalam hubungannya dengan skema-skema yang telah ada. Sedangkan akomodasi adalah pemodifikasian skema-skema yang ada untuk mencocokkannya dengan situasi-situasi baru. Proses pemulihan kesetimbangan antara pemahaman saat ini dan pengalaman-pengalaman baru disebut ekuilibrasi. Menurut Piaget, pembelajaran bergantung pada proses ini. Saat kesetimbangan terjadi, anak memiliki kesempatan bertumbuh dan berkembang.
            Tahap sensori motor merupakan tahap awal perkembangan mental anak. Perkembangan mental itu akan terus bertambah hingga mencapai puncaknya pada tahap operasional formal. Pada tahap operasional formal ini seorang anak sudah dapat berpikir secara abstrak dan logis. Selanjutnya menurut Piaget bahwa anak membangun sendiri skemata-skemata dari pengalaman sendiri dengan lingkungannya. Di sini peran guru adalah sebagai fasilitator dan bukan sebagai pemberi informasi.
            Pada tahap operasional kongkrit siswa mulai untuk dapat memandang dunia secara objektif dan berorientasi secara konseptual. Berpikir secara operasional kongkrit dapat dipandang sebagai tipe awal berpikir ilmiah. Dengan memberikan kesempatan melalui persentuhan dengan benda-benda kongkrit dalam pengajaran sains, siswa pada tahap operasional kongkrit memulai untuk mengorganisasi penyelidikan dalam bentuk kelas-kelas dan variabel, mengkur variabel secara bermakna, dapat memahami dan mencatat data pada tabel, membentuk dan memahami hubungan sederhana, menggunakan apa yang mereka ketahui untuk membuat inferensi langsung dan prediksi serta menggeneralisasi suatu gejala dari pengalaman yang sering mereka jumpai.
            Piaget yakin bahwa pengalaman-pengalaman fisik dan manipulasi lingkungan penting bagi terjadinya perubahan perkembangan. Selain itu, ia juga berkeyakinan bahwa interaksi sosial dengan teman sebaya, khususnya barargumentasi, berdiskusi, membantu memperjelas pemikiran yang pada akhirnya membuat pemikiran itu menjadi lebih logis.
            Peranan guru sangat penting untuk menciptakan situasi belajar sesuai dengan teori Piaget dalam pembelajaran, menurut Slavin (dalam Nur, 1998: 27), sebagai berikut:
1. Memfokuskan pada proses berpikir anak, tidak sekedar pada produknya. Di samping itu dalam pengecekan kebenaran jawaban siswa, guru harus memahami proses yang digunakan anak sampai pada jawaban tersebut.
2. Pengenalan dan pengakuan atas peranan anak-anak yang penting sekali dalam inisiatif diri dan keterlibatan aktif dalam kegiatan pembelajaran.
3. Penerimaan perbedaan individu dalam kemajuan perkembangan. Bahwa seluruh anak berkembang melalui urutan perkembangan yang sama namun mereka memperolehnya pada kecepatan yang berbeda.
            Dari implikasi teori Piaget di atas, jelaslah guru harus mampu menciptakan keadaan pembelajar yang mampu untuk belajar sendiri. Artinya guru tidak sepenuhnya mengajarakan suatu bahan ajar kepada pembelajar, tetapi guru dapat membangun pembelajar yang mampu belajar dan terlibat aktif dalam belajar.
2. Teori Pembelajaran Kontruktivisme
            Teori pembelajaran kontruktivisme merupakan teori pembelajaran kognitif yang baru dalam psikologi pendidikan yang menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks,mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan iti tidak sesuai lagi. Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah ,menemukan sesuatu untuk dirinya,berusaha dengan susah payah dengan ide- ide
(Slavin, 1994).
            Menurut teori ini satu prinsip paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak dapat hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahua di benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini,dengan memberikan siswa kesempatan untuk menemukan dan menerapkan ide-ide merekan sendiri, dan membelajarkan siswa dengan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi siswa anak tangga yang membawa siswa kepemahaman yang lebih tinggi dengan catatan siswa sendiri yang harus mmemanjatnya.
            Esensi dari teori konstruktivis adalah ide bahwa harus siswa sendiri yang menemukan dan mentransformasikan sendiri suatu informasi kompleks apabila mereka menginginkan informasi itu menjadi miliknya. Konstruktivisme adalah suatu pendapat yang menyatakan bahwa perkembangan kognitif merupakan suatu proses dimana anak secara aktif membangun sistem, arti dan pemahaman terhadap realita melalui pengalaman dan interaksi mereka. Menurut pandangan konstruktivisme anak secara aktif membangun pengetahuan dengan cara terus-menerus mengasimilasi dan mengakomodasi informasi baru, dengan kata lain konstruktivisme adalah teori perkembangan kognitif yang menekankan peran aktif siswa dalam membangun pemahaman mereka tentang realita.
            Pendekatan konstruksivis dalam pengajaran menerapakan pembelajaran kooperatif secara intensif, atas dasar teori bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka dapat saling mendiskusikan masalah-masalah itu dengan temannya. Pada dasarnya aliran konstruktivisme menghendaki bahwa pengetahuan dibentuk sendiri oleh individu dan pengalaman merupakan kunci utama dari belajar bermakna. Belajar bermakan tidak akan terwujud hanya dengan mendengarkan ceramah atau membaca buku tentang pengalaman orang lain.
            Belajar menurut pandangan konstruktivisme merupakan hasil kontruksi kognitif melalui kegiatan seseorang. Pandangan ini memberi penekanan bahwa pengetahuan kita adalah bentukan kita sendiri. Para ahli konstruktivis beranggapan bahwa satu-satunya alat yang tersedia bagi seseorang untuk mengetahui sesuatu adalah inderanya. Prinsip-prinsip yang sering diambil dari konstruksivitisme menurut Suparno (1997: 73), antara lain:
            1. pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif,
            2. tekanan dalam proses belajar terletak pada siswa,
            3. mengajar adalah membantu siswa belajar,
            4. tekanan dalam proses belajar lebih pada proses bukan pada hasil akhir,
            5. kurikulum menekankan partisipasi siswa, dan
            6. guru sebagai fasilitator.
            Secara umum, prinsip-prinsip tersebut berperan sebagai referensi dan alat refleksi kritis terhadap praktek, pembaruan dan perencanaan pendidikan.
3. Teori Vygorsky
            Teori Vygotsky merupakan salah satu teori penting dalam psikologi perkembangan. Teori Vygotsky menekankan pada hakekat sosiokultural dari pembelajaran. Menurut Vygotsky bahwa pembelajaran terjadi apabila anak bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas itu masih berada dalam jangkauan kemampuannya atau tugas-tugas tersebut berada dalam zone of proximal development. Zone of proximal development adalah perkembangan sedikit di atas perkembangan seseorang saat ini. Vygotsky yakin bahwa fungsi mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul dalam percakapan atau kerjasama antar individu, sebelum fungsi mental yang lebih tinggi itu terserap ke dalam individu tersebut.
            Ide penting lain yang diturunkan dari teori Vygotsky adalah scalffolding. Scalffolding berarti memberikan sejumlah besar bantuan kepada seorang anak selama tahap-tahap awal pembelajaran kemudian anak tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia dapat melakukannya. Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan, menguraikan masalah ke dalam langkah-langkah pemecahan, memberikan contoh, ataupun yang lain sehingga memungkinkan siswa tumbuh mandiri.
            Ada dua implikasi utama teori Vygotsky dalam pembelajaran sains. Pertama, dikehendakinya susunan kelas berbentuk pembelajaran kooperatif antar siswa, sehingga siswa dapat berinteraksi di sekitar tugas-tugas yang sulit dan saling memunculkan strategi pemecahan masalah yang efektif di dalam masing-masing zone of proximal development mereka. Kedua, pendekatan Vygotsky dalam pengajaran menekankan scalffolding sehingga siswa semakin lama semakin bertanggung jawab terhadap pembelajarannya sendiri.
4. Teori Bandura
            Permodelan merupakan konsep dasar dari teori belajar sosial yang dikembangkan oleh Albert Bandura. Menurut Bandura sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan secara selektif dan mengingat tingkah laku orang lain. Seseorang belajar menurut teori ini dilakukan dengan mengamati tingkah laku orang lain (model), hasil pengmatan ini kemudian dimantapkan dengan cara menghubungkan pengalaman baru dengan pengalaman sebelumnya atau mengulang-ulang kembali. Dengan jalan ini memberi kesempatan kepada orang tersebut untuk mengekspresikan tingkah laku yang dipelajarinya.
            Berdasarkan pola perilaku tersebut, sejujurnya Bandura mengklasifikasi emapat fase belajar permodelan, yaitu fase perhatian, fase retensi, fase reproduksi, dan fase motivasi.
1. Fase Atensi
Fase pertama dalam belajar permodelan adalah memberikan perhatian pada suatu model. Pada umumnya seseorang memberikan perhatian pada model-model yang menarik, popular atau yang dikagumi. Dalam pembelajaran guru yang bertindak sebagai model bagi siswanya harus dapat menjamin agar siswa memberikan perhatian kepada bagian-bagian penting dari pelajaran. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menyajikan materi pelajaran secara jelas dan menarik, memberi penekanan pada bagian-bagian penting atau dengan mendemonstrasikan suatu kegiatan. Di samping itu suatu model harus memiliki daya tarik.
2. Fase Retensi
Menurut Gredler (dalam Sudibyo, E. 2001:5), fase ini bertanggung jawab atas pengkodean tingkah laku model dan menyimpan kode-kode itu di dalam ingatan (memori jangka panjang). Pengkodean adalah proses pengubahan pengalaman yang diamati menjadi kode memori. Arti penting dari fase ini adalah bahwa si penggemar tidak akan dapaat memperoleh manfaat dari tingkah laku yang diamati ketika model tidak hadir, kecuali apabila tingkah laku itu dikode dan disimpan dalam ingatan untuk digunakan pada waktu kemudian.
Untuk memastikan terjadinya retensi jangka panjang guru dapat menyediakan waktu pelatihan, yang memungkinkan siswa mengulang keterampilan baru secara bergiliran baik secara fisik maupun secara mental.
3. Fase Reproduksi
Dalam fase ini kode-kode dalam memori membimbing penampilan yang sebenarnya dari tingkah laku yang baru diamati. Derajat ketelitian yang tertinggi dalam belajar mengamati adalah apabila tindakan terbuka mengikuti pengulangan secara mental. Fase reproduksi dipengaruhi oleh tingkat perkembangan individu.
Fase reproduksi mengizinkan model untuk melihat apakah komponen-komponen urutan tingkah laku sudah dikuasai oleh si pengamat (pembelajar). Pada fase ini juga si model hendaknya memberikan umpan balik terhadap aspek-aspek yang sudah benar ataupun pada hal-hal yang masih salah dalam penampilan.
4. Fase Motivasi
Pada fase ini si pengamat akan termotivasi untuk meniru model, sebab mereka merasa bahwa dengan berbuat seperti model, mereka akan memperoleh penguatatn. Memeberikan penguatan untuk suatu tingkah laku tertentu akan memotivasi pengamat (pembelajar) untuk berunjuk pembuatan. Aplikasi fase motivasi di dalam kelas dalam pembelajaran permodelan sering berupa pujian atau pemberian nilai.
5. Teori Bruner
            Jerome Bruner, seorang ahli psikologi Havard adalah salah seorang pelopor pengembangan kurikulum terutama dengan teori yang dikenal dengan pembelajaran penemuan (inkuiri). Teori Bruner yang selanjutnya disebut pembelajaran penemuan (inkuiri) adalah suatu model pengajaran yang menekankan pentingnya pemahaman tentang struktur materi (ide kunci) dari suatu ilmu yang dipelajari, perlunya belajar aktif sebagai dasar dari pemahaman sebenarnya dan nilai dari berpikir secara induktif dalam belajar (pembelajaran yang sebenarnya terjadi melalui penemuan pribadi). Menurut Bruner, belajar akan lebih bermakna bagi siswa jika mereka memusatkan perhatiannya untuk memahami struktur materi yang dipelajari. Untuk memperoleh struktur informasi, siswa harus aktif di mana mereka harus mengidentifikasikan sendiri prinsip-prinsip kunci dari pada hanya sekedar menerima penjelasan dari guru. Oleh karena itu guru harus memunculkan maslah yang mendorong siswa untuk melakukan kegiatan penemuan. Dalam pembelajaran melalui penemuan, guru memberikan contoh dan siswa bekerja berdasarkan contoh tersebut sampai menemukan hubungan antar bagian dari suatu struktur materi.
            Aplikasi ide-ide Bruner dalam pembelajaran menurut Woolfolk (1997: 320) digambarkan sebagai berikut: (1) memberikan contoh dan bukan contoh dari konsep yang dipelajari, (2) membantu siswa mencari hubungan antara konsep, (3) mengajukan pertanyaan dan membiarkan siswa mencoba menemukan sendiri jawabannya, dan (4) mendorong siswa untuk membuat dugaan yang bersifat intuitif.

Model Pembelajaran VCT


VCT adalah salah satu teknik pembelajaran yang dapat memenuhi tujuan pancapaian pendidikan nilai. Djahiri (1979: 115) mengemukakan bahwa Value Clarification Technique, merupakan sebuah cara bagaimana menanamkan dan menggali/ mengungkapkan nilai-nilai tertentu dari diri peserta didik. Karena itu, pada prosesnya VCT berfungsi untuk: a) mengukur atau mengetahui tingkat kesadaran siswa tentang suatu nilai; b) membina kesadaran siswa tentang nilai-nilai yang dimilikinya baik yang positif maupun yang negatif untuk kemudian dibina kearah peningkatan atau pembetulannya; c) menanamkan suatu nilai kepada siswa melalui cara yang rasional dan diterima siswa sebagai milik pribadinya. Dengan kata lain, Djahiri (1979: 116) menyimpulkan bahwa VCT dimaksudkan untuk “melatih dan membina siswa tentang bagaimana cara menilai, mengambil keputusan terhadap suatu nilai umum untuk kemudian dilaksanakannya sebagai warga masyarakat”
Teknik mengklarifikasi nilai (value clarification technique) atau sering disingkat VCT dapat diartikan sebagai teknik pengajaran untuk membantu siswa dalam mencari dan menentukan suatu nilai yang dianggap baik dalam menghadapi suatu persoalan melalui proses menganalisis nilai yang sudah ada dan tertanam dalam diri siswa. Menurut A. Kosasih Djahiri (1985) model pembelajaran VCT meliputi; metode percontohan; analisis nilai; daftar/matriks; kartu keyakinan; wawancara, yurisprudensi dan teknik inkuiri nilai. Selain itu dikenal juga dengan metode bermain peran, diskusi, curah pendapat. Metode dan model di atas dianggap sangat cocok diterapkan dalam pembelajaran PKn, karena mata pelajaran PKn mengemban misi untuk membina nilai, moral, sikap dan prilaku siswa, disamping membina kecerdasan (knowledge) siswa.
Kelemahan yang sering terjadi dalam proses pembelajaran nilai atau sikap adalah proses pembelajaran dilakukan secara langsung oleh guru, artinya guru menanamkan nilai-nilai yang dianggapnya baik tanpa memerhatikan nilai yang sudah tertanam dalam diri siswa. Akibatnya, sering terjadi benturan atau konflik dalam diri siswa karena ketidakcocokan antara nilai lama yang sudah terbentuk dengan nilai baru yang ditanamkan oleh guru. Siswa sering mengalami kesulitan dalam menyelaraskan nilai lama dan nilai baru. Salah satu karakteristik VCT sebagai suatu model dalam strategi pembelajaran sikap adalah proses penanaman nilai dilakukan melalui proses analisis nilai yang sudah ada sebelumnya dalam diri siswa kemudian menyelaraskannya dengan nilai-nilai baru yang hendak ditanamkan. VCT sebagai suatu model dalam strategi pembelajaran moral bertujuan (1) Untuk mengukur atau mengetahui tingkat kesadaran siswa tentang suatu nilai. (2) Membina kesadaran siswa tentang nilai-nilai yang dimilikinya baik tingkatannya maupun sifatnya (positif dan negatifnya) untuk kemudian dibina ke arah peningkatan dan pembetulannya. (3) Untuk menanamkan nilai-nilai tertentu kepada siswa melalui cara yang rasional dan diterima siswa, sehingga pada akhirnya nilai tersebut akan menjadi milik siswa. (4) Melatih siswa bagaimana cara menilai, menerima, serta mengambil keputusan terhadap sesuatu persoalan dalam hubungannya dengan kehidupan sehari-hari di masyarakat. Pembelajaran VCT menurut A. Kosasih Djahiri (1992), dianggap unggul untuk pembelajaran afektif karena; pertama, mampu membina dan mempribadikan nilai dan moral; kedua, mampu mengklarifikasi dan mengungkapkan isi pesan materi yang disampaikan; ketiga mampu mengklarifikasi dan menilai kualitas nilai moral diri siswa dan nilai moral dalam kehidupan nyata; keempat, mampu mengundang, melibatkan, membina dan mengembangkan potensi diri siswa terutama potensi afektualnya; kelima, mampu memberikan pengalaman belajar dalam berbagai kehidupan; keenam, mampu menangkal, meniadakan mengintervensi dan menyubversi berbagai nilai moral naif yang ada dalam sistem nilai dan moral yang ada dalam diri seseorang; ketujuh, menuntun dan memotivasi untuk hidup layak dan bermoral tinggi.
B. Unsur-Unsur Model Pembelajaran VCT
1. Ciri-ciri model pembelajaran VCT
a. Langkah-langkah (Sintaks) model pembelajaran VCT
Membuat/mencari media stimulus, berupa contoh keadaan/perbuatan yang memuat nilai-nilai kontras sesuai dengan topik atau tema target pelajaran.
Media stimulus yang akan Anda gunakan dalam ber VCT hendaknya:
a. Mampu merangsang, mengundang, dan melibatkan potensi afektual siswa.
b. Terjangkau oleh pengetahuan dan potensi afektual siswa (ada dalam lingkungan kehidupan siswa).
c. Memuat sejumlah nilai moral yang kontras.
Kegiatan Pembelajaran (KBM)
a. Guru melontarkan stimulus dengan cara membaca cerita atau menampilkan gambar, foto, atau film.
b. Memberi kesempatan beberapa saat kepada siswa untuk berdialog sendiri atau sesama teman sehubungan dengan stimulus tadi.
c. Melaksanakan dialog terpimpin melalui pertanyaan guru, baik secara individual, kelompok, atau klasikal.
d. Menentukan argumen dan klarifikasi pendirian (melalui pertanyaan guru dan bersifat individual, kelompok, dan klasikal).
e. Pembahasan/pembuktian argumen. Pada fase ini sudah mulai ditanamkan target nilai dan konsep sesuai materi pelajaran.
f. Penyimpulan.
Langkah Model Pembelajaran VCT
John Jarolimek (1974) menjelaskan langkah pembelajaran dengan Value clarification technique (VCT) dalam 7 tahap yang dibagi ke dalam 3 tingkat, setiap tahapan dijelaskan sebagai berikut.
1. Kebebasan Memilih, Pada tingkat ini terdapat 3 tahap, yaitu: (1) Memilih secara bebas, artinya kesempatan untuk menentukan pilihan yang menurutnya baik. Nilai yang dipaksakan tidak akan menjadi miliknya secara penuh; (2) Memilih dari beberapa alternatif. Artinya, untuk menentukan pilihan dari beberapa alternatif pilihan secara bebas; (3) Memilih setelah dilakukan analisis pertimbangan konsekuensi yang akan timbul sebagai akibat pilihannya.
2. Menghargai, Terdiri atas 2 tahap pembelajaran, yaitu; (1) Adanya perasaan senang dan bangga dengan nilai yang menjadi pilihannya, sehingga nilai tersebut akan menjadi bagian dari dirinya; (2) Menegaskan nilai yang sudah menjadi bagian integral dalam dirinya di depan umum. Artinya, bila kita menggagap nilai itu suatu pilihan, maka kita akan berani dengan penuh kesadaran untuk menunjukkannya di depan orang lain.
3. Berbuat, Pada tahap ini, terdiri atas 2 tahap, yaitu; (1) Kemauan dan kemampuan untuk mencoba melaksanakannya (2) Mengulangi perilaku sesuai dengan nilai pilihannya. Artinya, nilai yang menjadi pilihan itu harus tercermin dalam kehidupannya sehari-hari.
b. Prinsip reaksi model pembelajaran VCT
            Prinsip reaksi berkaitan dengan pola kegiatan yang menggambarkan bagaimana seharusnya guru memberikan respon terhadap siswa. Prinsip reaksi dalam model pembelajaran VCT adalah sebagai berikut.
1.      Guru sebagai pembimbing dalam pembelajaran.
2.      Guru memberikan fasilitas agar proses pembelajaran berlangsung optimal.
c. Sistem sosial model pembelajaran VCT
Sistem sosial adalah pola hubungan guru dengan siswa pada saat terjadinya proses pembelajaran. Sistem sosial pada model pembelajaran VCT adalah sebagai berikut.
1.      Kegiatan kelas berorientasi pada pemecahan masalah.
2.      Guru dan siswa mengenal dan menganalisis masalah secara rinci.
3.      Peranan guru dan siswa sederajat, walaupun dalam hal ini berbeda peran.
d. Sistem pendukung model pembelajaran VCT
            Sistem pendukung adalah penunjang keberhasilan pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar di kelas. Sistem pendukung yang diperlukan untuk melaksanakan model pembelajaran VCT adalah sebagai berikut.
1.      Tersedianya perpustakaan yang dapat mendukung proses pembelajaran.
2.      Adanya sumber belajaran yang lain dan narasumber yang dapat dimanfaakan oleh siswa.
VCT menekankan bagaimana sebenarnya seseorang membangun nilai yang menurut anggapannya baik, yang pada gilirannya nilai-nilai tersebut akan mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehai-hari di masyarakat. Dalam praktik pembelajaran, VCT dikembangkan melalui proses dialog antara guru dan siswa. Proses tersebut hendaknya berlangsung dalam suasana santai dan terbuka, Sehingga setiap siswa dapat mengungkapkan secara bebas perasaannya. Sehingga setiap siswa dapat mengungkapkan secara bebas perasaannya. Beberapa hal yang harus diperhatikan guru dalam mengimplementasikan VCT melalui proses dialog , yaitu sebagai berikut.
1. Hindari penyampaian pesan melalui proses pemberian nasihat, yaitu memberikan pesan-pesan moral yang menurut guru dianggap baik.
2. Jangan memaksa siswa untuk memberi respons tertentu apabila memang siswa tidak menghendakinya.
3. Usahakan dialog dilaksanakan secara bebas dan terbuka, Sehingga siswa akan mengungkapkan perasaannya secara jujur dan apa adanya.
4. Dialog dilaksanakan kepada individu, bukan kepada kelompok kelas.
5. Hindari respons yang dapat menyebabkan siswa terpojok, Sehingga ia menjadi defensif.
6. Tidak mendesak siswa pada pendirian tertentu.
7. Jangan mengorek alasan siswa lebih dalam.
Berkenaan dengan teknik pembelajaran nilai Jarolimek merekomendasikan beberapa cara, antara lain:
a. Teknik evaluasi diri (self evaluation) dan evaluasi kelompok (group evaluation)
Dalam teknik evaluasi diri dan evaluasi kelompok peserta didik diajak berdiskusi atau tanya-jawab tentang apa yang dilakukannya serta diarakan kepada keinginan untuk perbaikan dan penyempurnaan oleh dirinya sendiri:
1) Menentukan tema, dari persoalan yang ada atau yang ditemukan peserta didik
2) Guru bertanya berkenaan yang dialami peserta didik
3) Peserta didik merespon pernyataan guru
4) Tanya jawab guru dengan peserta didik berlangsung terus hingga sampai pada tujuan yang diharapkan untuk menanamkan niai-nilai yang terkandung dalam materi tersebut.
b. Teknik Lecturing
Teknik lecturing, dilalukan guru dengan bercerita dan mengangkat apa yang menjadi topik bahasannya. Langkah-langkahnya antara lain:
1) Memilih satu masalah / kasus / kejadian yang diambil dari buku atau yang dibuat guru.
2) Siswa dipersilahkan memberikan tanda-tanda penilaiannya dengan menggunakan kode, misalnya: baik-buruk, salah benar, adil tidak adil, dsb.
3) Hasil kerja kemudian dibahas bersama-sama atau kelompok kalau dibagi kelompok untuk memberikan kesempatan alasan dan argumentasi terhadap penilaian tersebut.
c. Teknik menarik dan memberikan percontohan
Dalam teknik menarik dan memberi percontohan (example of axamplary behavior), guru memberikan dan meminta contoh-contoh baik dari diri peserta didik ataupun kehidupan masyarakat luas, kemudian dianalisis, dinilai dan didiskusikan.
d. Teknik indoktrinasi dan pembakuan kebiasan
Teknik indoktrinasi dan pembakuan kebiasan, dalam teknik ini peserta didik dituntut untuk menerima atau melakukan sesuatu yang oleh guru dinyatakan baik, harus, dilarang, dan sebagainya.
e. Teknik tanya-jawab
Teknik tanya-jawab guru mengangkat suatu masalah, lalu mengemukakan pertanyaan-pertanyaan sedangkan peserta didik aktif menjawab atau mengemukakan pendapat pikirannya.
f. Teknik menilai suatu bahan tulisan
Teknik menilai suatu bahan tulisan, baik dari buku atau khusus dibuat guru. Dalam hal ini peserta didik diminta memberikan tanda-tanda penilaiannya dengan kode (misal: baik - buruk, benar – tidak-benar, adil – tidak-adil dll). Cara ini dapat dibalik, siswa membuat tulisan sedangkan guru membuat catatan kode penilaiannya. Selanjutnya hasil kerja itu dibahas bersama atau kelompok untuk memberikan tanggapan terhadap penilaian.
g. Teknik mengungkapkan nilai melalui permainan (games).
2. Pendekatan yang digunakan pada model pembelajaran VCT
Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran. Pendekatan yang digunakan dalam Model Pembelajaran VCT adalah pendekatan kualitatif.
Pendekatan Kualitatif
Pendekatan yang secara primer menggunakan paradigma pengetahuan berdasarkan pandangan konstruktivist (pengalaman individu atau pandangan advokasi). Ada tiga strategi yang digunakan dalam pendekatan ini yakni:
1. Penelitian entografi adalah suatu bentuk penelitian yang berfokus pada makna sosiologis melalui observasi lapangan tertutup dari fenomena sosiokultural (Emzir,2007:143). Prinsip dalam penelitian entografi adalah naturalism, pemahaman, dan penemuan;
2. Penelitian grounded theory (teori dasar) adalah teori umum dari metode ilmiah yang berurusan dengan generalisasi, elaborasi, dan validasi dari teori ilmu sosial (Glaser dan Strauss dalam Emzir.2007:193). Prinsip dalam grounded theory sebagai metode ilmiah sebagai berikut: perumusan masalah, deteksi fenomena, penurunan teori, pengembangan teori, penilaian teori;
• proses analisis data
- data pengkodean terbuka, peneliti membentuk kategori awal,
- data pengkodean poros, peneliti merakit data dalam cara baru setelah open coding,
- data pengkodean selektif, peneliti mengindentifikasi garis cerita dan menulis cerita,
- peneliti mengembangkan dan menggambarkan secara visual suatu penjelasan kondisi sosial, historis dan ekonomis yang mempengaruhi fenomena sentral.
3. Penelitian tindakan (action research) adalah suatu penelitian informal, kualitatif, formatif, subjektif, interpretif, reflektif dan suatu model penelitian pengalaman, di mana semua individu diibaratkan dalam studi sebagai peserta yang mengetahui dan menyokong (Hopkin dalam Emzir,2007:233).
• Prinsip penelitian tindakan meliputi kritik reflektif, kritik dialektif, sumber daya kolaboratif, ambil resiko, struktur jamak, teori, praktis dan transformasi.
• Jenis penilitian tindakan ada 4, yaitu: 1. Tindakan tradisional, 2. Tindakan kontekstural, 3. Tindakan radikal, 4. Tindakan bidang pendidikan.
• Metode penelitian tindakan
- Mempertimbangkan pergantian paradigma.
- Menetapkan suatu kesepatakantan penelitian formal.
- Menyiapkan suatu pernyataan masalah teoritis.
- Merencankan metode pengumpulan data.
- Memelihara kolaborasi dan pembelajaran subjek.
- Mengulangi peningkatan.
- Membuat generalisasi yang mendasar.
3. Metode yang digunakan pada model pembelajaran VCT
Metode berasal dari Bahasa Yunani “Methodos’’ yang berarti cara atau jalan yang ditempuh. Sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode menyangkut masalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Fungsi metode berarti sebagai alat untuk mencapai tujuan. Pengetahuan tentang metode-metode mengajar sangat di perlukan oleh para pendidik, sebab berhasil atau tidaknya siswa belajar sangat bergantung pada tepat atau tidaknya metode mengajar yang digunakan oleh guru. Metode yang digunakan dalam Model Pembelajaran VCT yaitu sebagai berikut.

a. Diskusi
Pengertian
Metode ini bertujuan untuk tukar menukar gagasan, pemikiran, informasi/ pengalaman diantara peserta, sehingga dicapai kesepakatan pokok-pokok pikiran (gagasan, kesimpulan). Untuk mencapai kesepakatan tersebut, para peserta dapat saling beradu argumentasi untuk meyakinkan peserta lainnya. Kesepakatan pikiran inilah yang kemudian ditulis sebagai hasil diskusi. Diskusi biasanya digunakan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari penerapan berbagai metode lainnya, seperti: penjelasan (ceramah), curah pendapat, diskusi kelompok, permainan, dan lain-lain.
Kelebihan metode diskusi.
• Dapat mendorong partisipasi peserta didik secara aktif baik sebagai partisipan, penanya, penyanggah maupun sebagai ketua ataupun moderator.
• Menimbulkan kreativitas dalam ide, pendapat, gagasan, prakarsa ataupun terobosan-terobosan baru dalam pemecahan masalah.
• Menumbuhkan kemampuan berfikir kritis dan partisipasi demokratis.
• Melatih kestabilan emosi dengan menghargai dan menerima pendapat orang lain dan tidak memaksakan pendapat sendiri sehingga tercipta kondisi memberi dan menerima (take dan give).
• Keputusan yang diambil kelompok akan lebih baik daripada berfikir sendiri.

Sedangkan kelemahan metode ini.
• Sulit menentukan topik masalah yang sesuai dengan tingkat berfikir peserta didik yang memiliki relevansi dengan lingkungan.
• Memerlukan waktu yang tidak terbatas.
• Pembicaraan atau pembahasan sering meluas dan mengambang.
• Didominasi oleh orang-orang tertentu yang biasanya aktif.
• Kadang tidak membuat penyelesaian yang tuntas walaupun kesimpulannya telah disepakati namun implementasi sangat sulit dilaksanakan.
• Perbedaan pendapat dapat mengundang reaksi di luar kelas bahkan dapat menimbulkan bentrokan fisik.
 
b. Curah Pendapat (Brain Storming)
Pengertian
Metode curah pendapat adalah suatu bentuk diskusi dalam rangka menghimpun gagasan, pendapat, informasi, pengetahuan, pengalaman, dari semua peserta. Berbeda dengan diskusi, dimana gagasan dari seseorang dapat ditanggapi (didukung, dilengkapi, dikurangi, atau tidak disepakati) oleh peserta lain, pada penggunaan metode curah pendapat pendapat orang lain tidak untuk ditanggapi. Tujuan curah pendapat adalah untuk membuat kompilasi (kumpulan) pendapat, informasi, pengalaman semua peserta yang sama atau berbeda. Hasilnya kemudian dijadikan peta informasi, peta pengalaman, atau peta gagasan (mindmap) untuk menjadi pembelajaran bersama.
c. Bermain Peran (Role-Play)
Pengertian
Bermain peran pada prinsipnya merupakan metode untuk ‘menghadirkan’ peran-peran yang ada dalam dunia nyata ke dalam suatu ‘pertunjukan peran’ di dalam kelas/pertemuan, yang kemudian dijadikan sebagai bahan refleksi agar peserta memberikan penilaian terhadap . Misalnya: menilai keunggulan maupun kelemahan masing-masing peran tersebut, dan kemudian memberikan saran/ alternatif pendapat bagi pengembangan peran-peran tersebut. Metode ini lebih menekankan terhadap masalah yang diangkat dalam ‘pertunjukan’, dan bukan pada kemampuan pemain dalam melakukan permainan peran.
Kelebihan metode ini.
• Memupuk daya cipta, sebab simulasi dilakukan sesuai dengan kreasi siswa masing-masing dalam membawakan peranannya.
• Dapat merangsang siswa untuk menjadi terampil dalam menanggapi dan bertindak secara spontan, tanpa memerlukan persiapan dalam waktu lama.
• Memperkaya pengetahuan, sikap, dan keterampilan serta pengalaman tidak langsung, yang diperlukan dalam menghadapi berbagai situasi sosial yang problematis.

Kelemahan metode ini.
• Biaya pengembangannya tinggi dan perlu waktu lama.
• Fasilitas dan alat-alat khusus yang dibutuhkan mungkin sulit diperoleh serta mahal harganya dan pemeliharaannya.
• Resiko siswa atau pengajar tinggi.

d. Wawancara
Pengertian
Menurut Prabowo (1996) wawancara adalah metode pengambilan data dengan cara menanyakan sesuatu kepada seseorang responden, caranya adalah dengan bercakap-cakap secara tatap muka.
Kerlinger (dalam Hasan 2000) menyebutkan 3 hal yang menjadi kekuatan metode wawancara.
a.       Mampu mendeteksi kadar pengertian subjek terhadap pertanyaan yang diajukan. Jika mereka tidak mengerti bisa diantisipasi oleh interviewer dengan memberikan penjelasan.
b.      Fleksibel, pelaksanaanya dapat disesuaikan dengan masing-masing individu.
c.       Menjadi satu-satunya hal yang dapat dilakukan disaat tehnik lain sudah tidak dapat dilakukan.
Menurut Yin (2003) disamping kekuatan, metode wawancara juga memiliki kelemahan, yaitu sebagai berikut.
a.       Retan terhadap bias yang ditimbulkan oleh kontruksi pertanyaan yang penyusunanya kurang baik.
b.      Retan terhadap terhadap bias yang ditimbulkan oleh respon yang kurang sesuai.
c.       Probling yang kurang baik menyebabkan hasil penelitian menjadi kurang akurat.
d.      Ada kemungkinan subjek hanya memberikan jawaban yang ingin didengar oleh interviwer.